Objek Wisata di Kota Palembang

diamondhead
Kota Palembang adalah salah satu kota besar di Indonesia yang juga merupakan ibu kota provinsi Sumatera Selatan. Palembang merupakan kota terbesar kedua di Sumatera setelah Medan. Kota ini dahulu pernah menjadi pusat Kerajaan Sriwijaya, sebelum kemudian berpindah ke Jambi. Bukit Siguntang, di bagian barat Kota Palembang, hingga sekarang masih dikeramatkan banyak orang dan dianggap sebagai bekas pusat kesucian di masa lalu.

Palembang merupakan kota tertua di Indonesia, hal ini didasarkan dari prasasti Kedukan Bukit yang diketemukan di Bukit Siguntang sebelah barat Kota Palembang, yang menyatakan pembentukan sebuah wanua yang ditafsirkan sebagai kota yang merupakan ibukota Kerajaan Sriwijaya pada tanggal 16 Juni 682 Masehi[2]. Maka tanggal tersebut dijadikan patokan hari lahir Kota Palembang.

amperaJembatan Ampera, sebuah jembatan megah sepanjang 1.177 meter yang melintas di atas Sungai Musi yang menghubungkan daerah Seberang Ulu dan Seberang Ilir ini merupakan ikon Kota Palembang. Jembatan ini dibangun pada tahun 1962 dan dibangun dengan menggunakan harta rampasan Jepang serta tenaga ahli dari Jepang. Ide untuk menyatukan dua daratan di Kota Palembang ”Seberang Ulu dan Seberang Ilir” dengan jembatan, sebetulnya sudah ada sejak zaman Gemeente Palembang, tahun 1906. Saat jabatan Walikota Palembang dijabat Le Cocq de Ville, tahun 1924, ide ini kembali mencuat dan dilakukan banyak usaha untuk merealisasikannya. Namun, sampai masa jabatan Le Cocq berakhir, bahkan ketika Belanda hengkang dari Indonesia, proyek itu tidak pernah terealisasi. Pada masa kemerdekaan, gagasan itu kembali mencuat. DPRD Peralihan Kota Besar Palembang kembali mengusulkan pembangunan jembatan kala itu, disebut Jembatan Musi dengan merujuk na-ma Sungai Musi yang dilintasinya pada sidang pleno yang berlangsung pada 29 Oktober 1956. Usulan ini sebetulnya tergo-long nekat sebab anggaran yang ada di Kota Palembang yang akan dijadikan modal awal hanya sekitar Rp 30.000,00. Pada tahun 1957, dibentuk panitia pembangunan, yang terdiri atas Penguasa Perang Komando Daerah Militer IV/Sriwijaya, Harun Sohar, dan Gubernur Sumatera Selatan, H.A. Bastari.
Pendampingnya, Walikota Palembang, M. Ali Amin, dan Indra Caya. Tim ini melakukan pendekatan kepada Bung Karno agar mendukung rencana itu. Usaha yang dilakukan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan dan Kota Palembang, yang didukung penuh oleh Kodam IV/Sriwijaya ini kemudian membuahkan hasil. Bung Karno kemudian menyetujui usulan pembangunan itu. Karena jembatan ini rencananya dibangun dengan masing-masing kakinya di kawasan 7 Ulu dan 16 Ilir, yang berarti posisinya di pusat kota, Bung Karno kemudian mengajukan syarat. Yaitu, penempatan boulevard atau taman terbuka di kedua ujung jembatan itu. Dilakukanlah penunjukan perusahaan pelaksana pembangunan, dengan penandatanganan kontrak pada 14 Desember 1961, dengan biaya sebesar USD 4.500.000 (kurs saat itu, USD 1 = Rp 200,00).

smb
Museum Sultan Mahmud Badaruddin, bangunan yang dibangun kembali dan dibongkar habis dan memang sebelumnya merupakan lokasi Benteng Kuto Lamo berdiri keraton Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo atau Sultan Mahmud Badaruddin I (1724-1758). Tahun 1821 keraton ini mendapat serangan dari Pemerintah Belanda dan pada tanggal 7 Oktober 1823 oleh Reguting Commisaris Belanda J.L Van Seven House diperintahkan bongkar habis untuk menghilangkan monumental Kesultanan Palembang dan membalas dendam atas dibakarnya loji Sungai Aur oleh Sultan Mahmud Badaruddin I pada tahun 1811. Bangunan ini selesai tahun 1825 dan selanjutnya dijadikan komisariat Pemerintah Hindia Belanda untuk Sumatera Bagian Selatan sekaligus sebagai kantor Residen.
Pada tahun 1942-1945 gedung ini dikuasai oleh Jepang dan setelah Proklamasi Kemerdekaan RI kembali dikuasai pemerintah RI, pada tahun 1949 gedung tersebut dijadikan kantor Toritorium II Sriwijaya dan tahun 1960-1974 digunakan sebagai Resimen Induk IV Sriwijaya. Berdasarkan hasil penelitian dari Tim Arkeologi Nasional tahun 1988 ditemukan pondasi batubata dari Kuto Lamo di atas tumpukan balok-balok kayu yang terbakar di lokasi tersebut. Menurut perhitungan bangunan Benteng Kuto Lamo dimasa Sultan Mahmud Badaruddin I resmi ditempati pada hari Senin tanggal 29 September 1737 maka balok-balok itu umurnya lebih dari itu. Nama Museum Sultan Mahmud Badaruddin diabadikan untuk mengingat dan menghargai jasa-jasanya.


bkbBenteng Kuto Besak adalah bangunan keraton yang pada abad XVIII menjadi pusat Kesultanan Palembang. Gagasan mendirikan Benteng Kuto Besar di prakarsai oleh Sultan Mahmud Badaruddin I yang memerintah pada tahun 1724-1758 dan pelaksanaan pembangunannya diselesaikan oleh penerusnya yaitu Sultan Mahmud Bahauddin yang memerintah pada tahun 1776-1803. Sultan Mahmud Bahauddin ini adalah seorang tokoh kesultanan Palembang Darussalam yang realistis dan praktis dalam perdagangan Internasional serta seorang agamawan yang menjadikan Palembang sebagai pusat sastra agama di Nusantara. Menandai perannya sebagai sultan ia pindah dari Keraton Kuto Lamo ke Kuto Besak. Belanda menyebut Kuto Besak sebagai nieuwe keraton alias keraton baru.
Benteng ini mulai dibangun pada tahun 1780 dengn arsitek yang tidak diketahui dengan pasti dan pelaksanaan pengawasan pekerjaan dipercayakan pada seorang Tionghoa. Semen perekat bata dipergunakan batu kapur yang ada di daerah pedalaman Sungai Ogan ditambah dengan putih telur. Waktu yang dipergunakan untuk membangun Kuto Besak ini kurang lebih 17 tahun. Ditempati secara resmi pada hari Senin pada tanggal 21 Feburari 1797. Berbeda dengan letak keraton lama yang berlokasi di daerah pedalaman, keraton baru berdiri di posisi yang sangat terbuka, strategis, dan sekaligus sangat indah. Posisinya menghadap ke Sungai Musi.


Pulau Kemaro di tengah-tengah Sungai Musi Palembang, Sumatra Selatan, merupakan salah satu objek wisata andalan pemerintah dan masyarakat di provinsi itu. Pulau yang berjarak sekitar lima kilometer dari jembatan Ampera itu tiap tahun dikunjungi pelancong luar negeri. Wakil Gubernur Sumatra Selatan Eddy Yusuf di Palembang, Sabtu (27/2), mengatakan, setiap perayaan Cap Go Meh turis luar negeri selalu berkunjung ke Pulau Kemaro. Selain untuk mengikuti upacara keagamaan mereka juga menikmati suasana pulau yang menarik tersebut. Menurut Eddy, Pulau Kemaro sudah menjadi objek wisata andalan. "Pulau Kemaro merupakan objek wisata yang luar biasa, sehingga harus tetap dipelihara," kata Eddy. Yang lebih utama perlu ada promosi rutin, sehingga objek wisata yang ada, termasuk Pulau kemaro, semakin dikenal masyarakat luar. Pulau Kemaro, salah satu pulau di Sungai Musi, menjadi spesial bagi warga Palembang, khususnya penganut agama Budha karena keberadaan pagoda di sana yang dibangun tahun 2006 serta mitos sejarah. Di Pulau Kemaro terdapat Klenteng tempat sembahyang warga Tionghoa yang sering dikunjungi masyarakat Sumatra Selatan, termasuk wisatawan luar negeri khusus pada saat perayaan Cap Go Meh.

Taman Wisata Alam Puntikayu merupakan satu-satunya hutan wisata di sumatera selatan, letaknya yang strategis ( 6 km dari pusat kota ) . kawasan TWA Puntikayu merupakan kawasan konservasi yang konsep pengembanganya berdasarkan pada prinsip - prinsip perlindungan keaneka ragaman jenis Tumbuhan hayati dan satwa. Potensi TWA punti kayu berupa  panorama hutan pinus ( pinus mercussi ) yang memiliki nilai estetika pemandangan yang menarik, serta adanya hewan liar yaitu : kera ekor panjang, Macaca Fasicicularis), Beruk ( Macaca Nemistriana ) dll. Hutan Wisata Punti Kayu, secara geografis terletak antara 103° 11’ - 103° 40” Bujur Timur, 3° 11’ - 3° 12” Lintang selatan, yang secara administrasi pemerintahan terletak di daerah wilayah Kecamatan Sukarami Kota Palembang Propinsi Sumatera Selatan.
Hutan Wisata Punti Kayu mempunyai potensi strategis dengan batas-batas kawasan. Sebelah Utara berbatsan dengan jalan Kol. H. Burlian dan tanah milik Pemda Sumatera   Selatan. Sebelah Timur berbatasan dengan perumahan penduduk. Sebelah Selatan berbatasan dengan tanah milik Departemen Pertanian, Departemen  Kehutanan dan Pemda Sumatera Selatan. Sebelah Barat berbatasan dengan daerah rawa-rawa Talang Buruk.

Kambang Iwak Family (KIF) Park adalah sebuah tempat rekreasi keluarga yang terletak di taman kota Palembang Kambang Iwak, Bukit Besar. Tempat ini digunakan untuk menjadi tempat untuk joging. Pohon-pohon yang rindang dan kolam membuat kami merasa segar dan nyaman. Jika Anda datang di malam hari, Anda akan menemukan pemandangan yang lebih menarik di sini. Lampu memainkan warna di sepanjang garis bertiga-tiga dan juga di Raintree. Di KIF Park, kita dapat menemukan banyak toko-toko makanan, minuman ringan seperti es krim, kopi, dll Untuk makanan seperti nasi goreng, steak, dll Salah satu toko makanan di sini adalah KIF Corner, yang menyediakan makanan Palembang seperti Pempek, Model , Pindang Tulang, Iga, Nasi Minyak, Kerupuk, kemplang, dan cookie. Serta jenis dan rasa es, jus dan milk shake.  Ada tiga area hotspot Kambang Iwak Family (KIF) Park kita dapat menggunakan, yang KIF Park, Anjungan Bank Sumsel, dan Cafe KI. Fasilitas ini dapat digunakan oleh semua pengunjung dari 2 sampai larut malam. Selain itu, anak-anak dapat menikmati arena anak-anak di Taman ini. Memang tempat berkumpul yang nyaman untuk keluarga dan teman-teman.

sumber..www.epastarbus.com

0 komentar:

Posting Komentar

 
RESEP MAKANAN INDONESIA